Selasa, 03 Februari 2009

Fenomena Hidup

Bang Arif ojek langgananku absent menjemputku pagi ini, kemarin beliau ijin kalau pagi ini akan mengantarkan anaknya masuk sekolah. Naik metro mini adalah pilihan yang tepat, dari pada naik taksi harus mutar melewati jalanan yang macet.

Kupercepat langkahku mengejar metro mini tujuan blok M, aku harus tiba kantor tepat pukul 9 pagi ini. Sederet tugas dari bosku yang charming, cool, diam tapi smart nya minta ampuuun menguasai pikiranku. talking pointers dengan beberapa media, prepare presentation untuk forum 21 young leadership di Tokyo besok, dan sederet lagi tugas-tugas yang memeras pikiran membuatku tidak tenang dan bersemangat untuk tiba dikantor secepat mungkin..
Dari kost hanya butuh waktu 20 menit untuk tiba ke kantor, itu kalo lagi gak macet, waktu yang sangat cepat untuk ukuran kota besar seperti Jakarta.
Belum lima detik menunggu di Halte, Metromini tujuan Lebak bulus- Blok M sudah tiba didepan mata, kunaiki tangga bus dan memilih kursi persis di samping pintu masuk, kursi ini adalah tempat favoritku tiap kali menaiki bus, entah kenapa aku merasa nyaman aja jika duduk disini, disebelahku duduk seorang laki-laki paruh baya usianya mungkin sekitar limapuluahan tahun, dari seragamnya kelihatannya dia PNS Pemkot Jakarta, setelah bergeser memberikan tempat duduk, bapak itu kembali asyik melanjutkan bacaannya. Harian Berita Kota, kulirik headline beritanya Seorang Mahasiswa nekad terjun dari lt 17 karena prustasi diputus cinta aku langsung tersenyum geli, hehe cinta oh cinta..
bayanganku langsung tertuju pada pengalaman pahitku putus cinta, gila ya? kalau saja aku tidak bisa memaknai hidup ini dengan bijak mungkin saja tidak hanya sekali aku melakukan hal yang sama, terjun bebas dari gedung tinggi karena putus cinta hihihi.. Kasian sekali..
Orang-orang seperti mereka belum menyadari bahwa “selalu ada keindahan dalam setiap ketidaksempurnaan”. Mereka belum tau bahwa kita baru akan menyadari keindahan itu saat kita mengalami perubahan kondisi dalam satu rentetan waktu, dan semuanya tergantung dari nilai-nila yang selama ini kita anut. Sangat benar bahwa didikan dari orang tua, kondisi lingkungan maupun keluarga sangat berpengaruh dalam menanamkan nilai-nilai itu, agar anak-anak kita kelak tidak salah melangkah dalam memilih keputusan dan memaknai hidupnya. Pelajaran yang sangat berharga buat kita semua..

Belum jauh aku berpikir kesana, seorang anak kecil usianya sekitar lima atau enam tahun menaiki bus dan langsung menyodorkan tangannya kepada penumpang satu persatu
“ Buu, paak minta recehan! saya belum makan seharian, kasihani saya buuu” Begitulah dia mengibah berharap dikasihani, anak itu berlalu dari pandanganku setelah mendapat recehan seribu perak, kasihan sekali dia masa kecilnya yang indah harus terenggut dikarenakan kondisi orang tua,
Tak lama kemudian jedah lima menit datang lagi anak lainnya, seorang pengamen perempuan yang masih belia usianya kira-kira 15 tahun. Kali ini penampilannya masih lebih rapih dari yang tadi, rambutnya dikuncir dengan hiasan pita pink dikepala, model bajunya mengikuti trend jaman sekarang kaos panjang berwarna pink dibaluti belero cokelat dengan jeans ketat model pensil. Hmm nice combination! pikirku dalam hati, hanya saja walaupun pakaiannya modis tapi tetap saja terlihat kotor, entah karena debu yang menempel atau memang karena belum diganti dari beberapa hari, anak itu berdiri persis disamping pintu bus menghadap kesemua penumpang,

Sebelum memulai pertunjukan anak itu menundukkan kepala pertanda memberi hormat kepada semua penumpang, selanjutnya dia mulai beraksi memainkan botolnya dengan menepukkan botol ke telapak tangan kirinya hingga koin dalam botol tersebut mengeluarkan suara.
Tapi hal yang sangat menggelitik hati adalah anak itu bernyanyi dengan lagu yang sangat tidak bisa kita mengerti entah lagunya Potong bebek angsa, PeterPan ataukah Afgan? persis suara anak kecil yang belum bisa ngomong bedanya suara anak ini masih memiliki irama walaupun lyrik nya sama sekali tidak jelas, terakhir anak itu menundukkan kepala lagi memberi penghormatan terakhir, mungkin maksudnya kali ini adalah Sekian dan Terima kasih.. akhirnya aku baru sadar kalau ternyata anak tersebut GAGUK alias BISU...
Masya Allah! bayangkan sudah tau bisu tapi kok masih memilih ngamen sebagai jalan hidupnya?? hal yang tidak bisa diterima oleh akal sehatku..

Anak kecil ketiga datang lagi untuk terakhir kalinya, kali ini dia tidak sendiri tapi ditemani oleh ibunya, si Ibu membunyikan rabana dan si anak mendendangkan lagu, walaupun lagu kali ini kedengaran jelas PUSPA nya ST12, tapi tetap saja terdengar miris, anak kecil itu bernyanyi sambil merapatkan kedua belah telapak tangannya ke arah bibir. Tubuh kecilnya menggigil akibat kehujanan diluar jalan. Sungguh sebuah pemandangan yang membuatku merinding, terharu, ibah bercampur menjadi satu. Anak sekecil ini harus menjadi korban kebodohan orang tuanya yang malas berjuang memperbaiki nasibnya, tidak berusaha merubah kesulitan sebagai obat yang dapat menyembuhkan keadaan.

Subhanallah! Begitu banyak fenomena hidup yang kujumpai di kota besar ini, anak jalanan yang menyemut dihampir setiap perempatan lampu merah sudah menjadi pemandangan menarik setiap hari.
Aku semakin sadar bahwa didunia ini bukan kita saja yang mengalami kesulitan bahkan keadaan mereka jauh lebih sulit dibanding kita, Ya Allah! begitu banyak nikmat yang tidak aku sadari telah engkau limpahkan padaku.

Tanpa terasa bus membawaku berhenti persis didepan kantorku di daerah bilangan Jakarta – Selatan, fenomena hidup yang kujumpai hari ini mengantarkan aku pada satu kata “SYUKUR”
Kekayaan sejati adalah ketika kita bisa selalu bersyukur, tidak mudah putus asa, dan tetap sabar berusaha...